Minggu, 22 November 2015

makalah kompetensi dan kinerja guru pendidikan dasar Islam

  1. Pendahuluan
Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peranan yang menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat, karena pendidikan merupakan usaha melestarikan, mengalihkan dan mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspek dan jenisnya kepada generasi penerus. Maka peranan pendidikan dikalangan umat Islam, merupakan salah satu bentuk manifestasi dari cita-cita hidup Islam itu sendiri untuk melestarikan, mengalihkan dan menanamkan (internalisasi) dan mentransformasikan nilai-nilai Islam kepada pribadi generasi penerusnya sehingga nilai-nilai cultural-religius yang dicita-citakan tetap berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Untuk mampu melaksanakan perannya yang demikian itu, maka akal pikiran, jiwa raga dan berbagai potensi lainnya yang ada dalam diri manusia harus dibina secara optimal. Sarana yang  paling efektif untuk membina manusia yang demikian itu adalah lewat pendidikan yang didasarkan pada ajaran Islam.[1]
Peningkatan mutu pendidikan selalu menjadi bahan pembicaraan dalam penyelenggaraan Sistem  Pendidikan Nasional. Berbicara mengenai kualitas pendidikan maka tak akan lepas dari peningkatan kompetensi dan kinerja guru (pendidik). Guru merupakan unsur utama dalam proses pendidikan di setiap jenjang pendidikan. Tanpa guru, pendidikan hanya akan menjadi slogan yang muluk karena segala bentuk kebijakan dan program pada akhirnya akan ditentukan oleh kinerja pihak yang berada di garis terdepan yaitu guru. Guru menjadi titik sentral dan awal dari semua pembangunan pendidikan.
Tuntutan sumber daya pendidikan yang berkualitas dan profesional menjadi suatu keharusan pada  era global, informasi dan reformasi pendidikan. Indikator perubahan sekarang yang dapat diamati adalah sebagian guru mulai melanjutkan pendidikannya dari strata 1 menuju kejenjang S-2, sekolah-sekolah mulai berbenah menuju manajemen sekolah yang bermutu. Sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan perioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.[2] Dan tentunya selalu mementingkan kompetensi dan kinerja dewan pendidiknya. Guru yang berkompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan dan akan lebih mampu mengelola kelas, sehingga peserta didik merasa senang dan semangat dalam mengikuti pembelajaran.[3] Namun bagaimanakah jika kompetensi dan kinerja guru belum maksimal. Pada makalah ini akan membahas isu-isu kompetensi dan kinerja guru pendidikan dasar Islam.
  1. Kompetensi dan Kinerja Guru Pendidikan Dasar Islam
Menurut Imam Suprayogo yang dikutip Thofiqur Rohman, dalam kehidupan dan pendidikan Islam, ilmu pengetahuan tidak hanya dapat diperoleh dari pengalaman maupun buku-buku yang jumlahnya terbatas. Salah satu cara mudah dan terbaik dalam memperoleh ilmu pengetahuan selain menggunakan metode membaca maupun mencari pengalaman sendiri adalah dengan mencari pendidik. Karena tidak sembarang orang dapat menjadi pendidik yang mampu mengantarkan peserta didik menuju tujuan pendidikan Islam. Seorang pendidik harus memiliki kualifikasi untuk memenuhi persyaratan menjadi seorang pendidik yang kompeten dan berkualitas.[4]
Dalam pembelajaran seorang pendidik harus menguasai materi dan teknik pembelajaran serta penilaiannya sehingga siswa dapat mencapai indikator yang ditentukan. Kesuksesan seorang guru yaitu pertama tergantung pada kepribadiaannya, kedua tergantung pada penguasaan metode, ketiga tergantung pada frekuensi dan intensitas aktivitas interaktif guru dengan siswa, dan keempat bahwa apapun dasar alasannya penampilan gurulah yang terpenting sebagai tanda memiliki wawasan, menguasai materi, menguasai strategi pembelajaran, dan mengembangkan pendidikan karakter dengan tanggung jawab, rasa hormat dan perhatian, peduli serta jujur.[5]
Menurut Andrew yang dikutip Athok Fu’adi, Kompetensi adalah something that can be attributed to an individual on the basis of inferences drawan from performance in assesment or actual work.[6] Maksudnya, kompetensi adalah atribut seseorang yang dilihat dari (standar kompetensi) performa kerja orang tersebut. Departemen Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Hal tersebut menunjukan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh siswa untuk melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis tugas yang dimilikinya.[7]
Guru adalah seseorang yang mempunyai keawajiban membimbing dalam proses pembelajaran. Sebagai komponen yang sangat penting, guru harus mempunyai kemampuan yang sesuai dengan fungsi dan tujuan sekolah. Mengetahui kondisi siswa adalah suatu keharusan bagi guru dalam pembelajaran. Guru diharapkan mengetahui materi pelajaran yang harus dipelajari dan didalami, dalam kondisi apa harus diasajikan. Dengan demikian, guru dituntut untuk profrsional dalam kinerjanya dan mampu mengetahui apa yang merupakan kemajuan dalam diri siswa.
Dalam suatu proses pendidikan adanya pendidik adalah suatu keharusan dan pendidik sangat berjasa dan berperan dalam suatu proses pendidikan dan pembelajaran, sehingga al-ghazali merumuskan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh pendidik diantaranya adalah guru harus cerdas, sempurna akalnya dan baik akhlaqnya, dengan kesempurnaan akal seorang guru dapat memiliki ilmu pengetahuan secara mendalam dan dengan akhklaq yang baik dia dapat memberi contoh dan teladan bagi muridnya. Selain sifat-sifat umum tersebut maka pendidik hendaknya juga memiliki sifat-sifat khusus dan tugas-tugas tertentu diantaranya sebagai berikut;
1.      Sifat kasih sayang
2.      Guru hendaknya mengajar dengan ikhlas dan tidak mengharapkan upah dari muridnya.
3.      Guru hendaknya menggunakan bahasa yang halus ketika mengajar
4.      Guru hendaknya bisa mengarahkan murid pada sesuatu yang sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya.
5.      Guru hendaknya bisa mengharagai pendapat dan kemampuan orang lain.
6.      Guru harus mengetahui dan menghargai perbedaan potensi yang dimiliki murid.[8]
Dalam perspektif Ibnu Khaldun seorang pendidik hendaknya memiliki pengetahuan yang memadai tentang perkembangan psikologis peserta didik. Para pendidik hendaknya mengetahui kemampuan dan daya serap peserta didik. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidik hendaknya mampu menggunakan metode mengajar yang efektif dan efisien. Ibnu Khaldun mengemukakan 6 (enam prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik, yaitu;
1.      Prinsip pembiasaan
2.      Prinsip tadrij (berangsur-angsur)
3.      Prinsip pengenalan umum (generalistik)
4.      Prinsip kontinuitas
5.      Memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik.
6.      Menghindari kekerasan dalam mengajar.[9](Abdul Kholiq, 2012: 63-64).
Guru yang baik harus lebih memahami berbagai masalah, lebih mengerti, lebih memiliki ilmu pengetahuan, lebih sempurna dari pada orang-orang pada umumnya.[10] Sedangkan dalam bukunya Noeng Muhadjir, telaah histories penelitian tentang efektifitas keberhasilan guru dalam menjalankan tugas kependidikannya, Medley menemukan beberapa asumsi, yang pada akhirnya dijadikan titik tolak dalam pengembangannya, yaitu: (1) tergantung pada kepribadiannya; (2) penguasaan metode; (3) frekuensi dan intensitas aktifitas interaktif guru dengan siswa, dan (4) penampilan guru sebagai tanda memiliki wawasan, menguasai materi, dan menguasai strategi pembelajaran.[11]
Muhibbin dalam Athok Fu’adi berpendapat seorang guru harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugasnya secara tepat dan bertanggung jawab. Jadi, kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya, artinya, guru yang piawai dalam kinerja profesinya.[12] Oleh karena itu, guru harus dapat menunjukan kemampuan yang lebih baik dibanding dengan yang diajar, baik pada penguasaan keahliannya maupun pada metode dan strategi belajar mengajar yang dijalaninya. Dalam pembelajaran di sekolah pemilihan sumber daya guru harus dilakukan atas dasar kompetensi guru. Melihat semakin majunya kondisi sekarang ini, dibutuhkan penguasaan kemampuan yang lebih luas, kepribadian yang baik dengan diikuti kompetensi pada keilmuannya.
Maka dari itulah pepatah jawa mengatakan bahwa guru merujuk dari kata digugu lan ditiru, kata digugu mengandung makna bahwa segala sesuatu yang disampaikan oleh manusia dalam posisi pendidik harus dapat didengarkan oleh peserta didik. Selanjutnya adalah seorang pendidik harus dapat ditiru memiliki makna bahwa pendidik harus dapat menjadi suri tauladan atau contoh serta panutan bagi semua manusia.[13]
  1. Karakteristik Kompetensi dan Kinerja Guru
Kompetensi dapat dipandang sebagai pilarnya kinerja dari suatu profesi. Hal itu mengandung implikasi bahwa seorang professional yang kompeten itu harus dapat menunjukan karakterisitik utamanya antara lain:
1.      Mampu melakukan suatu pekerjaan tertentu secara rasional.
2.      Menguasai perangkat pengetahuan (teori dan konsep, prinsip dan kaidah, hipotesis dan generalisasi, data dan informasi, dan sebagainya) tentang seluk beluk apa yang menjadi tugas pekerjaannya.
3.      Menguasai perangkat keterampilan (strategi dan taktik, metode dan tekhnik, prosedur dan mekanisme, sarana dan instrumen, dan sebagainya) tentang cara bagaimana dan dengan apa harus melakukan tugas pekerjaannya.
4.      Memahami perangkatpersyaratan ambang (basic standars) tentang ketentuan kelayakan normatif minimal kondisi dari proses yang dapat ditoleransikan dan kriteria keberhasilan yang dapat diterima dari apa yang dilakukannya.
5.      Memiliki daya (motivasi) dan citra (aspirasi) unggulan dalam melakukan tugas pekerjaannya. Ia bukan sekedar puas dengan memadai persyaratan minimal, melainkan berusaha mencapai yang sebaik mungkin (profesiencies).
6.      Memiliki kewenangan (otoritas) yang memancar atas penguasaan perangkat kompetensinya yang dalam batas tertentu dapat didemonstrasikan (observable) dan teruji (measurable), sehingga memungkinkan memperoleh pengakuan pihak berwenang (certifiable).
Dalam Undang-undang Guru dan Dosen tahun 2005 menyebutkan adanya 4 dimensi kompetensi, yakni kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi personal, dan kompetensi sosial. Untuk pendidik agama Islam kiranya perlu ditambah satu kompetensi lagi, yaitu kompetensi keagamaan.
1.      Kompetensi profesional yaitu kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan yang luas serta dalam tentang bidang yang akan diajarkan kepada peserta didik.
2.      Kompetensi Pedagogik, berhubungan dengan tugas-tugas guru sebagai tenaga kependidikan. Pada pokoknya kompetensi pedagogik ini terlihat dari bagusnya mengajar dan terkuasainya materi pelajaran oleh siswa.
3.      Kompetensi personal menurut Murray, kepribadian dapat dikaji melalui analisis kebutuhan individu. Kebutuhan diartikan sebagai konstruk tingkah laku yang tampil sebagai akibat suatu kekuatan dalam wilayah otak. Kekuatan dalam otak ini mencakup kesadaran persepsi, pikiran, dan tindakan sehingga mampu merubah keadaan dan  kondisi yang tidak memuaskan.
4.      Kompetensi Sosial artinya bahwa guru harus memiliki kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan murid maupun dengan rekan guru, dan anggota masyarakat lainnya.
5.      Kompetensi Keagamaan yaitu lebih berhubungan dengan komitmen keagamaan guru, yang ditunjukan dalam ketaatan beribadah dan aktifitas keagamaan. Pendidik beragama Islam diharapkan lebih dari seorang muslim biasa. Diharapkan dapat menjadi teladan (uswah hasanah) dalam hal ketaatan beribadah, kegairahan mencari ilmu,  dan dalam aktifitas keagamaan yang lain.[14]
Untuk meningkatkan kompetensi dan kinerjanya, seorang guru harus selalu ingin belajar dan meningkatkan diri. Guru harus kompeten dan memiliki jiwa kader yang senantiasa bergairah dalam melaksanakan tugas profesionalnya secara inovatif.[15] Guru yang aktif mengajar disekolah selalu membutuhkan serta mencari tempat dan sarana untuk mengembangkan kompetensi kinerjanya. Maka dari itu guru harus mempunyai kompetensi dibidangnya, meningkatkan kinerja secara profesional dan terus berusaha mengembangkan keilmuannya.
Berdasarkan uraian tentang kompetensi guru, tentu dapat diidentifikasi kinerja ideal seorang guru dalam melaksanakan peran dan tugasnya. Kinerja adalah performance atau unjuk kerja. Kinerja dapat pula diartikan prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu wujud perilaku seseorang atau organisasi dengan orientasi prestasi. Kinerja guru mempunyai spesifikasi/kriteria tertentu. Kinerja guru dapat dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi/kriteria kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru.
Seorang guru dalam kinerjanya harus bisa memberikan bekal pengetahuan secara kognitif, afektif dan psikomotor. Pengetahuan kognitif merupakan pengetahuan yang ditransformasikan oleh guru kepada siswanya, afektif yaitu pengetahuan sikap yang ditanamkan oleh guru dalam pendidikan, psikomotor berkenaan dengan keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa dalam pembelajaran. Guru perlu mengetahui bahwa kinerjanya menekankan peserta didik pada kemampuan berkreasi, produktif, dan pelestarian nilai-nilai moral.
Untuk kebaikan kinerjanya, seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal antara lain:
1.      Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya.
2.      Guru menguasai secara mendalam mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya pada siswa.
3.      Guru bertanggungjawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar.
4.      Guru mampu berpikir secara sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya.
5.      Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.[16]
Dari uraian diatas maka telah jelas bahwa pekerjaan guru itu berat, tetapi luhur dan mulia. Tugas guru tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik. Maka, untuk melaksanakan tugas sebagai guru, tidak sembarang orang dapat menjalankannya, oleh sebab itu diperlukan kompetensi dan kinerja yang baik dari seorang pendidik.[17]
Di Indonesia telah ada wahana yang digunakan untuk meningkatkan kinerja guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru) dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam mengajarnya.[18]
  1. Wacana Seputar Kompetensi Dan Kinerja Guru Pendidikan Dasar Islam
            Mengenai wacana kompetensi dan kinerja guru pendidikan dasar Islam, penulis mengambil dari 5 sisi kompetensi pendidik yang telah tertulis di atas dan situasi kondisi yang terjadi pada masyarakat yaitu sebagai berikut :
1.      Kompetensi profesional yaitu kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan yang luas serta dalam tentang bidang yang akan diajarkan kepada peserta didik.
Wacana atau berita yang berkembang bahwa beberapa guru yang mengajar belum sesuai dengan pendidikan yang dijalani guru tersebut, Kebanyakan guru yang mengajar di MI/SD mempunyai latar belakang tidak sesuai dengan pendidikannya. Hal ini dapat dilihat pada hasil observasi dari mahasiswa short course di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung yang menyatakan bahwa kebanyakan guru yang mengajar ada yang masih kuliah, ada yang mengerjakan skripsi, ada juga karena bukan keahliannya. Hal ini menunjukan kompetensi profesional guru perlu ditinjau ulang lagi.[19] Seperti penulis dan teman-teman yang lain yang lulusan PGMI sekarang mengajar penjaskes di MI, tentunya ada beberapa materi yang belum dikuasai dengan baik bahkan tidak tau mengenai cabang dan tehnik untuk melakukan olahraga tersebut, hal ini mengakibatkan proses pembelajaran kurang berjalan dengan baik.
Tetapi tidak sedikit pula guru yang bisa dikatakan kompetensi profesionalnya sudah baik, seperti penelitian yang dilakukan oleh Athok Fu’adi yang berjudul “Kompetensi Guru MI Ma’arif Setono dalam pembelajaran Sains berbasis pendidikan karakter”. Penilaian keberhasilan pembelajaran sains berbasis pendidikan karakter dapat dilihat pada (a) nilai tanggung jawab dapat dinilai dengan kriteria kuantitas kehadiran siswa atau guru, banyaknya ijin sakit atau ijin yang lain, ketaatan terhadap peraturan bersama, kedisiplinan jam datang/pulang, kuantitas membolos, dan lainnya; (b) melihat jumlah siswa yang secara tepat waktu menyerahkan tugas; (c) kegiatan menyangkut nilai kerjasama, saling menghormati dan menghargai perbedaan dalam tugas pembelajaran sains; (d) penilaian nilai-nilai kejujuran.[20]
2.      Kompetensi Pedagogik, berhubungan dengan tugas-tugas guru sebagai tenaga kependidikan. Masalah saat ini kebanyakan Guru klasik belum senantiasa mengikuti perkembangan ilmu tekhnologi, terbukti masih ada yang belum menguasai komputer dan media elektronik yang lain, contohnya bendahara BOS yang masih kesulitan menyusun laporan keuangan menggunakan microsoft excel, guru yang belum bisa menggunakan LCD, sehingga harus dibantu oleh teman guru atau anak dan saudaranya. Banyak guru yang belum mempersiapkan RPP, membuat laporan bulanan.
3.      Kompetensi personal adalah kemampuan memiliki sikap dan kepribadian yang mantap. Wacana dan problematika yang muncul diantaranya;
a)      Sekarang ini banyak sekali kasus-kasus asusila guru terhadap peserta didik.
b)      Guru yang muda cenderung masih seenaknya sendiri, seperti kebut-kebutan dijalan, nongkrong (bermain kartu) dijalan pada malam hari sehingga bangun kesiangan dan melewatkan sholat shubuh.
4.      Kompetensi Sosial artinya bahwa guru harus memiliki kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan murid maupun dengan rekan guru, dan anggota masyarakat lainnya. Wacana dan problematika yang muncul diantaranya;
a)      Guru cenderung mempunyai pendirian yang tegas dan mempertahankannya. Ia kurang terbuka bagi pendirian orang lain atau cara orang lain memecahkan masalah.
b)      Guru lebih berhati-hati dan tidak mudah menceburkan diri dalam pergaulan dengan orang lain.
c)      Guru cenderung bersikap otoriter dan ingin menggurui. Ia sebagai guru merasa orang yang serba tahu ia akan memperlihatkan sikapnya itu diluar kelas.
5.      Kompetensi Keagamaan yaitu lebih berhubungan dengan komitmen keagamaan guru, yang ditunjukan dalam ketaatan beribadah dan aktifitas keagamaan. Pendidik beragama Islam diharapkan lebih dari seorang muslim biasa. Diharapkan dapat menjadi teladan (uswah hasanah) dalam hal ketaatan beribadah, kegairahan mencari ilmu,  dan dalam aktifitas keagamaan yang lain. Guru pada umumnya selain mempunyai tugas mendidik juga menjadi imam masjid, mushola, ketua RT dan lain-lain.
Anggapan diatas didasarkan pada penafsiran yang kita hasilkan atas dasar cara pandang dan latar belakang budaya kita. Hal tersebut merupakan generalisasi dari kelompok kepada orang-orang yang ada di kelompok tersebut. Generalisasi mengenai sebuah kelompok mungkin memang menerangkan atau sesuai dengan banyak individu dalam kelompok tersebut.
  1. Kelompok Kerja Guru (KKG) untuk Meningkatkan Kompetensi Guru
Kelompok Kerja Guru (KKG), Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) merupakan wadah pembinaan profesional guru. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berati meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih berati mengembangkan keterampilan-keterampilan pada peserta didik. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kompetensi guru adalah melalui forum KKG. Guru dalam satu rumpun bidang studi atau mata pelajaran dan dalam satuan wilayah tertentu, melakukan kegiatan bersama untuk meningkatkan kemampuan yang berhubungan dengan profesinya.[21]
  1. Sertifikasi Guru Untuk Meningkatkan Kompetensi Guru
Muh. Hanif yang mengutip Mulyasa, Sertifikasi guru diartikan sebagai proses uji kompetensi bagi guru yang ingin mendapat pengakuan atas kompetensinya sebagai guru. Setelah lulus uji kompetensi, seorang guru dianggap telah dapat menjadi guru. Setelah uji kompetensi, seorang guru dianggap telah dapat menjadi guru profesional sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Saat ini banyak guru yang berusaha memenuhi tuntutan pemerintah untuk menjadi guru yang berkualitas dengan bukti tersertifikasi. Tujuan utama sertifikasi guru adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Guru yang belum lolos dalam sertifikasi perlu ditingkatkan kompetensinya. Guru yang telah bersertifikat berati kompetensi pedagogis, profesional, sosial, dan kepribadiannya telah dinilai dan dianggap kompeten sesuai standar yang ditentukan oleh pemerintah sebagai guru yang profesional. Sebagai imbalannya guru bersertifikat mendapat tunjangan satu kali gaji pokok sesuai dengan jenjang kepangkatannya. Sertifikasi guru berdampak pada peningkatan kompetensi dan kesejahteraan guru. Pendidikan yang diselenggarakan oleh guru bersertifikat diharapkan kompetensinya meningkat.
Dalam realitas sosial, tambahan berupa tunjangan profesi 1 kali gaji pokok, menjadikan perubahan pengeluaran, konsumsi dan gaya hidup guru. Guru bersertifikat cenderung membeli barang-barang yang tidak ada hubungannya dengan peningkatan profesinya seperti mobil, baju, tanah, perabot rumah yang lebih mahal dibandingkan dengan barang sebelum mereka bersertifikasi.
Sebagian guru bersertifikat cenderung terjebak pada sistem ekonomi yang kapitalistik. Mereka cenderung membeli dan mengkonsumsi barang-barang yang relatif eksesif yang tidak ada kaitannya dengan peningkatan kompetensi guru.[22]
  1. Kompetensi Guru Dalam Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh.[23] Upaya peningkatan kompetensi guru dalam pembelajaran tematik bisa dilakukan dengan menggunakan konsep lesson study dan induction training.
Lesson study menurut styler dan heibert diartikan sebagai suatu proses kolaboratif dimana sekelompok guru mengidentifikasikan suatu masalah pembelajaran, merancang suatu skenario pembelajaran (yang meliputi kegiatan mencari buku dan artikel mengenai topik yang akan dibelajarkan), membelajarkan siswa sesuai skenario pembelajaran yang telah direvisi mengevaluasi, melaksanakan lagi skenario pembelajaran yang telah direvisi, mengevaluasi lagi pembelajaran, dan membagikan hasilnya dengan guru-guru lain.
Menurut Simons yang dikutip Muazar Habibi, seorang guru yang profesional akan mampu menjadi fasilitator dalam memberikan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan peserta didik dengan baik. Perbaikan kinerja guru di MI/SD melalui Continuing Education (CE). CE memberikan kesempatan kepada setiap orang pada semua umur untuk terus belajar, dan untuk terus meningkatkan kompetensinya. Salah satu pelaksanaan CE adalah induction training. Guru yang dianggap lebih berkualitas dapat mengimbaskan pengalaman kepada guru yang dianggap kurang berkualitas. Guru yang kurang berkualitas dapat mengadopsi atau mengadaptasi pemahaman dari guru yang dianggap lebih berkualitas tentang pembelajaran tematik.[24]
Di Kabupaten Purbalingga sendiri telah dilaksanakan pelatihan mengenai kurikulum 2013 yang berlangsung dari tanggal 14-17 September 2015 yang  bertempat di Obyek Wisata Air Bojongsari (Owabong). Secara umum peserta diberikan materi pelatihan untuk meningkatkan kompetensinya  dalam mengimplementasikan kurtilas.
  1. Penutup
Guru adalah pekerjaan profesional yang dituntut untuk mempunyai kompetensi dan kinerja yang baik,  kinerja guru dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan seorang guru secara ke­seluruhan dalam periode waktu tertentu yang dapat diukur berdasarkan tiga indikator yaitu: penguasaan bahan ajar, kemampuan mengelola pembelajaran dan komitmen menjalankan tugas. Standar kompentensi yang harus dimiliki oleh seorang guru agar mendapat sertifikasi untuk melaksanakan tugas dan wewenang sebagai tenaga kependidikan yaitu meliputi: 1) kompetensi pedagogik, 2) kompetensi kepribadian, 3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi profesional, (5) Kompetensi Keagamaan.
Pengembangan kompetensi dan kinerja guru merupakan faktor yang amat menentukan pada keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran dalam era perkembangan pengetahuan yang sangat cepat dewasa ini. Pengembangan kinerja pada dasarnya menggambarkan kemampuan suatu profesi termasuk profesi guru untuk untuk terus menerus malakukan upaya peningkatan kompetensi yang berkaitan dengan peran dan tugas sebagai pendidik. Kemampuan untuk terus menerus meningkatkan kualitas kinerja yang dilakukan oleh guru akan memperkuat kemampuan profesional guru sehingga dengan peningkatan tersebut kualitas proses dan hasil pendidikan dan pembelajaran akan makin bermutu.




[1] Abdul Kholiq, Pendidikan Islam Perspektif Imam Al-Ghozali dan Ibnu Khaldun, (Semarang: Literatur Nusantara, 2012), hlm. 1.
[2] E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep Strategi dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 24.
[3] Moh. Roqib dan Nurfuadi, Kepribadian Guru, (Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2011), hlm. 118-119.
[4] Thofiqur Rohman, Konsep Pendidikan Islam Berdasarkan Pohon Ilmu menurut Imam Suprayogo, (Purwokerto, Skripsi Jurusan Tarbiyah, 2014). Hlm. 261.
[5] Insania,
[6] Athok Fu’adi, Kompetensi Guru MI Ma’arif Setono dalam Pembelajaran Sains Berbasis Pendidikan Karakter, (Purwokerto: Jurnal Kependidikan Insania Vol 17, 2012), hlm. 2.
[7] Ibid, hlm. 3
[8] Abdul Kholiq, Pendidikan Islam Perspektif Imam Al-Ghozali dan Ibnu Khaldun, hlm. 33
[9] Ibid, hlm. 63-64
[10] Thomas Gordon, Guru Yang Efektif: Cara Untuk Mengatasi Kesulitan dalam Kelas, (Jakarta: Rajawali, 1986), hlm. 26.
[11] Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial, Suatu Teori Pendidikan, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1987), hlm. 56.
[12] Athok Fu’adi, Kompetensi Guru MI Ma’arif Setono dalam Pembelajaran Sains Berbasis Pendidikan Karakter, hlm. 229.
[13] Muslich, dkk., Konsep Moral dan Pendidikan dalam Manuskrip Keraton Yogyakarta, (Yogyakarta: YKII-UIN Sunan Kalijaga, 2006), hlm. 35.
[14] Moh. Muchtarom, Rasio dan Kompetensi Dosen PAI Universitas Sebelas Maret Surakarta, (Purwokerto: Jurnal Kependidikan Insania Vol 17, 2012), hlm. 103-105.
[15] Suyanto dan Djihad Hisyam, Pendidikan Di Indonesia Memasuki Millenium III, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000), hlm. 136.
[16] Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 1999), hlm. 99.
[17] M Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 139
[18] Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, hlm. 99.
[19] Athok Fu’adi, Kompetensi Guru MI Ma’arif Setono dalam Pembelajaran Sains Berbasis Pendidikan Karakter, hlm. 11
[20] Ibid, hlm. 14
[21] Muazzar Habibi, Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar, (Purwokerto: Jurnal Kependidikan Insania Vol 17, 2012), hlm. 123.
[22] Muh. Hanif, Sertifikasi Guru; Ideologi Kapitalisme dan Welfare State, (Purwokerto: Jurnal Kependidikan Insania Vol 17, 2012), hlm. 36.
[23] Muazzar Habibi, Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar, hlm. 119.
[24] Ibid, hlm. 122.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar