- Pendahuluan
Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang
peranan yang menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat, karena
pendidikan merupakan usaha melestarikan, mengalihkan dan mentransformasikan
nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspek dan jenisnya kepada generasi penerus.
Maka peranan pendidikan dikalangan umat Islam, merupakan salah satu bentuk
manifestasi dari cita-cita hidup Islam itu sendiri untuk melestarikan,
mengalihkan dan menanamkan (internalisasi) dan mentransformasikan nilai-nilai
Islam kepada pribadi generasi penerusnya sehingga nilai-nilai cultural-religius
yang dicita-citakan tetap berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari waktu
ke waktu. Untuk mampu melaksanakan perannya yang demikian itu, maka akal
pikiran, jiwa raga dan berbagai potensi lainnya yang ada dalam diri manusia
harus dibina secara optimal. Sarana yang
paling efektif untuk membina manusia yang demikian itu adalah lewat
pendidikan yang didasarkan pada ajaran Islam.[1]
Peningkatan mutu pendidikan selalu menjadi bahan
pembicaraan dalam penyelenggaraan Sistem
Pendidikan Nasional. Berbicara mengenai kualitas pendidikan maka tak
akan lepas dari peningkatan kompetensi dan kinerja guru (pendidik). Guru
merupakan unsur utama dalam proses pendidikan di setiap jenjang pendidikan.
Tanpa guru, pendidikan hanya akan menjadi slogan yang muluk karena segala
bentuk kebijakan dan program pada akhirnya akan ditentukan oleh kinerja pihak
yang berada di garis terdepan yaitu guru. Guru menjadi titik sentral dan awal
dari semua pembangunan pendidikan.
Tuntutan sumber
daya pendidikan yang berkualitas dan profesional menjadi suatu keharusan
pada era global, informasi dan reformasi
pendidikan. Indikator perubahan sekarang yang dapat diamati adalah sebagian
guru mulai melanjutkan pendidikannya dari strata 1 menuju kejenjang S-2,
sekolah-sekolah mulai berbenah menuju manajemen sekolah yang bermutu. Sekolah
leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai
dengan perioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.[2] Dan tentunya selalu
mementingkan kompetensi dan kinerja dewan pendidiknya. Guru yang berkompeten
akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan dan
akan lebih mampu mengelola kelas, sehingga peserta didik merasa senang dan
semangat dalam mengikuti pembelajaran.[3] Namun bagaimanakah jika
kompetensi dan kinerja guru belum maksimal. Pada makalah ini akan membahas
isu-isu kompetensi dan kinerja guru pendidikan dasar Islam.
- Kompetensi
dan Kinerja Guru Pendidikan Dasar Islam
Menurut Imam Suprayogo yang dikutip Thofiqur Rohman,
dalam kehidupan dan pendidikan Islam, ilmu pengetahuan tidak hanya dapat
diperoleh dari pengalaman maupun buku-buku yang jumlahnya terbatas. Salah satu
cara mudah dan terbaik dalam memperoleh ilmu pengetahuan selain menggunakan
metode membaca maupun mencari pengalaman sendiri adalah dengan mencari
pendidik. Karena tidak sembarang orang dapat menjadi pendidik yang mampu
mengantarkan peserta didik menuju tujuan pendidikan Islam. Seorang pendidik harus
memiliki kualifikasi untuk memenuhi persyaratan menjadi seorang pendidik yang
kompeten dan berkualitas.[4]
Dalam pembelajaran seorang pendidik harus menguasai
materi dan teknik pembelajaran serta penilaiannya sehingga siswa dapat mencapai
indikator yang ditentukan. Kesuksesan seorang guru yaitu pertama tergantung
pada kepribadiaannya, kedua tergantung pada penguasaan metode, ketiga
tergantung pada frekuensi dan intensitas aktivitas interaktif guru dengan
siswa, dan keempat bahwa apapun dasar alasannya penampilan gurulah yang
terpenting sebagai tanda memiliki wawasan, menguasai materi, menguasai strategi
pembelajaran, dan mengembangkan pendidikan karakter dengan tanggung jawab, rasa
hormat dan perhatian, peduli serta jujur.[5]
Menurut Andrew yang dikutip Athok Fu’adi, Kompetensi
adalah something that can be attributed to an individual on the basis of
inferences drawan from performance in assesment or actual work.[6]
Maksudnya, kompetensi adalah atribut seseorang yang dilihat dari (standar
kompetensi) performa kerja orang tersebut. Departemen Pendidikan Nasional
menjelaskan bahwa kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Hal
tersebut menunjukan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap dan
apresiasi yang harus dimiliki oleh siswa untuk melaksanakan tugas-tugas
pembelajaran sesuai dengan jenis tugas yang dimilikinya.[7]
Guru adalah seseorang yang mempunyai keawajiban
membimbing dalam proses pembelajaran. Sebagai komponen yang sangat penting,
guru harus mempunyai kemampuan yang sesuai dengan fungsi dan tujuan sekolah.
Mengetahui kondisi siswa adalah suatu keharusan bagi guru dalam pembelajaran.
Guru diharapkan mengetahui materi pelajaran yang harus dipelajari dan didalami,
dalam kondisi apa harus diasajikan. Dengan demikian, guru dituntut untuk profrsional
dalam kinerjanya dan mampu mengetahui apa yang merupakan kemajuan dalam diri
siswa.
Dalam suatu proses pendidikan adanya pendidik adalah
suatu keharusan dan pendidik sangat berjasa dan berperan dalam suatu proses
pendidikan dan pembelajaran, sehingga al-ghazali merumuskan sifat-sifat yang
harus dimiliki oleh pendidik diantaranya adalah guru harus cerdas, sempurna
akalnya dan baik akhlaqnya, dengan kesempurnaan akal seorang guru dapat
memiliki ilmu pengetahuan secara mendalam dan dengan akhklaq yang baik dia
dapat memberi contoh dan teladan bagi muridnya. Selain sifat-sifat umum
tersebut maka pendidik hendaknya juga memiliki sifat-sifat khusus dan tugas-tugas
tertentu diantaranya sebagai berikut;
1. Sifat
kasih sayang
2. Guru
hendaknya mengajar dengan ikhlas dan tidak mengharapkan upah dari muridnya.
3. Guru
hendaknya menggunakan bahasa yang halus ketika mengajar
4. Guru
hendaknya bisa mengarahkan murid pada sesuatu yang sesuai dengan minat, bakat,
dan kemampuannya.
5. Guru
hendaknya bisa mengharagai pendapat dan kemampuan orang lain.
6. Guru
harus mengetahui dan menghargai perbedaan potensi yang dimiliki murid.[8]
Dalam perspektif
Ibnu Khaldun seorang pendidik hendaknya memiliki pengetahuan yang memadai
tentang perkembangan psikologis peserta didik. Para pendidik hendaknya
mengetahui kemampuan dan daya serap peserta didik. Dalam melaksanakan tugasnya,
seorang pendidik hendaknya mampu menggunakan metode mengajar yang efektif dan
efisien. Ibnu Khaldun mengemukakan 6 (enam prinsip utama yang perlu
diperhatikan pendidik, yaitu;
1.
Prinsip pembiasaan
2.
Prinsip tadrij (berangsur-angsur)
3.
Prinsip pengenalan umum (generalistik)
4.
Prinsip kontinuitas
5.
Memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik.
6.
Menghindari kekerasan dalam mengajar.[9](Abdul Kholiq, 2012:
63-64).
Guru yang baik harus lebih memahami berbagai
masalah, lebih mengerti, lebih memiliki ilmu pengetahuan, lebih sempurna dari
pada orang-orang pada umumnya.[10]
Sedangkan dalam bukunya Noeng Muhadjir, telaah histories penelitian
tentang efektifitas keberhasilan guru dalam menjalankan tugas kependidikannya,
Medley menemukan beberapa asumsi, yang pada akhirnya dijadikan titik tolak
dalam pengembangannya, yaitu: (1) tergantung pada kepribadiannya; (2)
penguasaan metode; (3) frekuensi dan intensitas aktifitas interaktif guru
dengan siswa, dan (4) penampilan guru sebagai tanda memiliki wawasan, menguasai
materi, dan menguasai strategi pembelajaran.[11]
Muhibbin dalam Athok Fu’adi berpendapat seorang guru
harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugasnya secara tepat dan
bertanggung jawab. Jadi, kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan
sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya,
artinya, guru yang piawai dalam kinerja profesinya.[12]
Oleh karena itu, guru harus dapat menunjukan kemampuan yang lebih baik
dibanding dengan yang diajar, baik pada penguasaan keahliannya maupun pada
metode dan strategi belajar mengajar yang dijalaninya. Dalam pembelajaran di
sekolah pemilihan sumber daya guru harus dilakukan atas dasar kompetensi guru.
Melihat semakin majunya kondisi sekarang ini, dibutuhkan penguasaan kemampuan
yang lebih luas, kepribadian yang baik dengan diikuti kompetensi pada
keilmuannya.
Maka dari itulah pepatah jawa mengatakan bahwa guru
merujuk dari kata digugu lan ditiru, kata digugu mengandung makna bahwa segala
sesuatu yang disampaikan oleh manusia dalam posisi pendidik harus dapat
didengarkan oleh peserta didik. Selanjutnya adalah seorang pendidik harus dapat
ditiru memiliki makna bahwa pendidik harus dapat menjadi suri tauladan atau
contoh serta panutan bagi semua manusia.[13]
- Karakteristik
Kompetensi dan Kinerja Guru
Kompetensi dapat dipandang sebagai pilarnya kinerja
dari suatu profesi. Hal itu mengandung implikasi bahwa seorang professional
yang kompeten itu harus dapat menunjukan karakterisitik utamanya antara lain:
1. Mampu
melakukan suatu pekerjaan tertentu secara rasional.
2. Menguasai
perangkat pengetahuan (teori dan konsep, prinsip dan kaidah, hipotesis dan
generalisasi, data dan informasi, dan sebagainya) tentang seluk beluk apa yang
menjadi tugas pekerjaannya.
3. Menguasai
perangkat keterampilan (strategi dan taktik, metode dan tekhnik, prosedur dan
mekanisme, sarana dan instrumen, dan sebagainya) tentang cara bagaimana dan
dengan apa harus melakukan tugas pekerjaannya.
4. Memahami
perangkatpersyaratan ambang (basic standars) tentang ketentuan
kelayakan normatif minimal kondisi dari proses yang dapat ditoleransikan dan
kriteria keberhasilan yang dapat diterima dari apa yang dilakukannya.
5. Memiliki
daya (motivasi) dan citra (aspirasi) unggulan dalam melakukan tugas
pekerjaannya. Ia bukan sekedar puas dengan memadai persyaratan minimal,
melainkan berusaha mencapai yang sebaik mungkin (profesiencies).
6. Memiliki
kewenangan (otoritas) yang memancar atas penguasaan perangkat kompetensinya
yang dalam batas tertentu dapat didemonstrasikan (observable) dan teruji
(measurable), sehingga memungkinkan memperoleh pengakuan pihak berwenang
(certifiable).
Dalam Undang-undang Guru dan Dosen tahun 2005 menyebutkan
adanya 4 dimensi kompetensi, yakni kompetensi profesional, kompetensi
pedagogik, kompetensi personal, dan kompetensi sosial. Untuk pendidik agama Islam
kiranya perlu ditambah satu kompetensi lagi, yaitu kompetensi keagamaan.
1. Kompetensi
profesional yaitu kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan yang luas serta
dalam tentang bidang yang akan diajarkan kepada peserta didik.
2. Kompetensi
Pedagogik, berhubungan dengan tugas-tugas guru sebagai tenaga kependidikan.
Pada pokoknya kompetensi pedagogik ini terlihat dari bagusnya mengajar dan
terkuasainya materi pelajaran oleh siswa.
3. Kompetensi
personal menurut Murray, kepribadian dapat dikaji melalui analisis kebutuhan
individu. Kebutuhan diartikan sebagai konstruk tingkah laku yang tampil sebagai
akibat suatu kekuatan dalam wilayah otak. Kekuatan dalam otak ini mencakup
kesadaran persepsi, pikiran, dan tindakan sehingga mampu merubah keadaan
dan kondisi yang tidak memuaskan.
4. Kompetensi
Sosial artinya bahwa guru harus memiliki kemampuan berkomunikasi sosial, baik
dengan murid maupun dengan rekan guru, dan anggota masyarakat lainnya.
5. Kompetensi
Keagamaan yaitu lebih berhubungan dengan komitmen keagamaan guru, yang
ditunjukan dalam ketaatan beribadah dan aktifitas keagamaan. Pendidik beragama
Islam diharapkan lebih dari seorang muslim biasa. Diharapkan dapat menjadi
teladan (uswah hasanah) dalam hal ketaatan beribadah, kegairahan mencari
ilmu, dan dalam aktifitas keagamaan yang
lain.[14]
Untuk meningkatkan kompetensi dan kinerjanya,
seorang guru harus selalu ingin belajar dan meningkatkan diri. Guru harus
kompeten dan memiliki jiwa kader yang senantiasa bergairah dalam melaksanakan
tugas profesionalnya secara inovatif.[15]
Guru yang aktif mengajar disekolah selalu membutuhkan serta mencari tempat dan
sarana untuk mengembangkan kompetensi kinerjanya. Maka dari itu guru harus
mempunyai kompetensi dibidangnya, meningkatkan kinerja secara profesional dan
terus berusaha mengembangkan keilmuannya.
Berdasarkan uraian tentang kompetensi guru, tentu
dapat diidentifikasi kinerja ideal seorang guru dalam melaksanakan peran dan
tugasnya. Kinerja adalah performance atau unjuk kerja. Kinerja dapat pula
diartikan prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa kinerja merupakan suatu wujud perilaku seseorang atau organisasi dengan
orientasi prestasi. Kinerja guru mempunyai
spesifikasi/kriteria tertentu. Kinerja guru dapat dilihat dan diukur
berdasarkan spesifikasi/kriteria kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap
guru.
Seorang guru dalam kinerjanya harus bisa memberikan
bekal pengetahuan secara kognitif, afektif dan psikomotor. Pengetahuan kognitif
merupakan pengetahuan yang ditransformasikan oleh guru kepada siswanya, afektif
yaitu pengetahuan sikap yang ditanamkan oleh guru dalam pendidikan, psikomotor
berkenaan dengan keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa dalam
pembelajaran. Guru perlu mengetahui bahwa kinerjanya menekankan peserta didik
pada kemampuan berkreasi, produktif, dan pelestarian nilai-nilai moral.
Untuk kebaikan kinerjanya, seorang guru dituntut
untuk memiliki lima hal antara lain:
1. Guru
mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya.
2. Guru
menguasai secara mendalam mata pelajaran yang diajarkan serta cara
mengajarkannya pada siswa.
3. Guru
bertanggungjawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi,
mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar.
4. Guru
mampu berpikir secara sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari
pengalamannya.
5. Guru
seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan
profesinya.[16]
Dari uraian diatas maka telah jelas bahwa pekerjaan
guru itu berat, tetapi luhur dan mulia. Tugas guru tidak hanya mengajar tetapi
juga mendidik. Maka, untuk melaksanakan tugas sebagai guru, tidak sembarang
orang dapat menjalankannya, oleh sebab itu diperlukan kompetensi dan kinerja
yang baik dari seorang pendidik.[17]
Di Indonesia telah ada wahana yang digunakan untuk
meningkatkan kinerja guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru) dan KKG (Kelompok
Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam
memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam mengajarnya.[18]
- Wacana
Seputar Kompetensi Dan Kinerja Guru Pendidikan Dasar Islam
Mengenai wacana kompetensi dan
kinerja guru pendidikan dasar Islam, penulis mengambil dari 5 sisi kompetensi
pendidik yang telah tertulis di atas dan situasi kondisi yang terjadi pada
masyarakat yaitu sebagai berikut :
1. Kompetensi
profesional yaitu kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan yang luas serta
dalam tentang bidang yang akan diajarkan kepada peserta didik.
Wacana atau berita yang berkembang bahwa
beberapa guru yang mengajar belum sesuai dengan pendidikan yang dijalani guru
tersebut, Kebanyakan guru yang mengajar di MI/SD mempunyai latar belakang tidak
sesuai dengan pendidikannya. Hal ini dapat dilihat pada hasil observasi dari
mahasiswa short course di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung yang
menyatakan bahwa kebanyakan guru yang mengajar ada yang masih kuliah, ada yang
mengerjakan skripsi, ada juga karena bukan keahliannya. Hal ini menunjukan
kompetensi profesional guru perlu ditinjau ulang lagi.[19]
Seperti penulis dan teman-teman yang lain yang lulusan PGMI sekarang mengajar
penjaskes di MI, tentunya ada beberapa materi yang belum dikuasai dengan baik
bahkan tidak tau mengenai cabang dan tehnik untuk melakukan olahraga tersebut,
hal ini mengakibatkan proses pembelajaran kurang berjalan dengan baik.
Tetapi tidak sedikit pula guru yang bisa
dikatakan kompetensi profesionalnya sudah baik, seperti penelitian yang
dilakukan oleh Athok Fu’adi yang berjudul “Kompetensi Guru MI Ma’arif Setono
dalam pembelajaran Sains berbasis pendidikan karakter”. Penilaian keberhasilan
pembelajaran sains berbasis pendidikan karakter dapat dilihat pada (a) nilai
tanggung jawab dapat dinilai dengan kriteria kuantitas kehadiran siswa atau
guru, banyaknya ijin sakit atau ijin yang lain, ketaatan terhadap peraturan
bersama, kedisiplinan jam datang/pulang, kuantitas membolos, dan lainnya; (b)
melihat jumlah siswa yang secara tepat waktu menyerahkan tugas; (c) kegiatan
menyangkut nilai kerjasama, saling menghormati dan menghargai perbedaan dalam
tugas pembelajaran sains; (d) penilaian nilai-nilai kejujuran.[20]
2. Kompetensi
Pedagogik, berhubungan dengan tugas-tugas guru sebagai tenaga kependidikan.
Masalah saat ini kebanyakan Guru klasik belum senantiasa mengikuti perkembangan
ilmu tekhnologi, terbukti masih ada yang belum menguasai komputer dan media
elektronik yang lain, contohnya bendahara BOS yang masih kesulitan menyusun
laporan keuangan menggunakan microsoft excel, guru yang belum bisa menggunakan
LCD, sehingga harus dibantu oleh teman guru atau anak dan saudaranya. Banyak
guru yang belum mempersiapkan RPP, membuat laporan bulanan.
3. Kompetensi
personal adalah kemampuan memiliki sikap dan kepribadian yang mantap. Wacana
dan problematika yang muncul diantaranya;
a) Sekarang
ini banyak sekali kasus-kasus asusila guru terhadap peserta didik.
b) Guru
yang muda cenderung masih seenaknya sendiri, seperti kebut-kebutan dijalan,
nongkrong (bermain kartu) dijalan pada malam hari sehingga bangun kesiangan dan
melewatkan sholat shubuh.
4. Kompetensi
Sosial artinya bahwa guru harus memiliki kemampuan berkomunikasi sosial, baik
dengan murid maupun dengan rekan guru, dan anggota masyarakat lainnya. Wacana
dan problematika yang muncul diantaranya;
a) Guru
cenderung mempunyai pendirian yang tegas dan mempertahankannya. Ia kurang terbuka
bagi pendirian orang lain atau cara orang lain memecahkan masalah.
b) Guru
lebih berhati-hati dan tidak mudah menceburkan diri dalam pergaulan dengan
orang lain.
c) Guru
cenderung bersikap otoriter dan ingin menggurui. Ia sebagai guru merasa orang
yang serba tahu ia akan memperlihatkan sikapnya itu diluar kelas.
5. Kompetensi
Keagamaan yaitu lebih berhubungan dengan komitmen keagamaan guru, yang
ditunjukan dalam ketaatan beribadah dan aktifitas keagamaan. Pendidik beragama
Islam diharapkan lebih dari seorang muslim biasa. Diharapkan dapat menjadi
teladan (uswah hasanah) dalam hal ketaatan beribadah, kegairahan mencari
ilmu, dan dalam aktifitas keagamaan yang
lain. Guru pada umumnya selain mempunyai tugas mendidik juga menjadi imam
masjid, mushola, ketua RT dan lain-lain.
Anggapan diatas didasarkan pada penafsiran yang kita
hasilkan atas dasar cara pandang dan latar belakang budaya kita. Hal tersebut
merupakan generalisasi dari kelompok kepada orang-orang yang ada di kelompok
tersebut. Generalisasi mengenai sebuah kelompok mungkin memang menerangkan atau
sesuai dengan banyak individu dalam kelompok tersebut.
- Kelompok
Kerja Guru (KKG) untuk Meningkatkan Kompetensi Guru
Kelompok Kerja Guru (KKG), Pusat Kegiatan Guru
(PKG), dan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) merupakan wadah pembinaan
profesional guru. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan
melatih. Mendidik berati meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sedangkan melatih berati mengembangkan keterampilan-keterampilan
pada peserta didik. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan
kompetensi guru adalah melalui forum KKG. Guru dalam satu rumpun bidang studi atau
mata pelajaran dan dalam satuan wilayah tertentu, melakukan kegiatan bersama
untuk meningkatkan kemampuan yang berhubungan dengan profesinya.[21]
- Sertifikasi
Guru Untuk Meningkatkan Kompetensi Guru
Muh. Hanif yang mengutip Mulyasa, Sertifikasi guru
diartikan sebagai proses uji kompetensi bagi guru yang ingin mendapat pengakuan
atas kompetensinya sebagai guru. Setelah lulus uji kompetensi, seorang guru
dianggap telah dapat menjadi guru. Setelah uji kompetensi, seorang guru
dianggap telah dapat menjadi guru profesional sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan oleh pemerintah.
Saat ini banyak guru yang berusaha memenuhi tuntutan
pemerintah untuk menjadi guru yang berkualitas dengan bukti tersertifikasi.
Tujuan utama sertifikasi guru adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia. Guru yang belum lolos dalam sertifikasi perlu ditingkatkan
kompetensinya. Guru yang telah bersertifikat berati kompetensi pedagogis,
profesional, sosial, dan kepribadiannya telah dinilai dan dianggap kompeten
sesuai standar yang ditentukan oleh pemerintah sebagai guru yang profesional.
Sebagai imbalannya guru bersertifikat mendapat tunjangan satu kali gaji pokok
sesuai dengan jenjang kepangkatannya. Sertifikasi guru berdampak pada
peningkatan kompetensi dan kesejahteraan guru. Pendidikan yang diselenggarakan
oleh guru bersertifikat diharapkan kompetensinya meningkat.
Dalam realitas sosial, tambahan berupa tunjangan
profesi 1 kali gaji pokok, menjadikan perubahan pengeluaran, konsumsi dan gaya
hidup guru. Guru bersertifikat cenderung membeli barang-barang yang tidak ada
hubungannya dengan peningkatan profesinya seperti mobil, baju, tanah, perabot
rumah yang lebih mahal dibandingkan dengan barang sebelum mereka
bersertifikasi.
Sebagian guru bersertifikat cenderung terjebak pada
sistem ekonomi yang kapitalistik. Mereka cenderung membeli dan mengkonsumsi
barang-barang yang relatif eksesif yang tidak ada kaitannya dengan peningkatan
kompetensi guru.[22]
- Kompetensi
Guru Dalam Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif
baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih
kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran
menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh.[23]
Upaya peningkatan kompetensi guru dalam pembelajaran tematik bisa dilakukan
dengan menggunakan konsep lesson study dan induction training.
Lesson study menurut styler dan
heibert diartikan sebagai suatu proses kolaboratif dimana sekelompok guru
mengidentifikasikan suatu masalah pembelajaran, merancang suatu skenario
pembelajaran (yang meliputi kegiatan mencari buku dan artikel mengenai topik
yang akan dibelajarkan), membelajarkan siswa sesuai skenario pembelajaran yang
telah direvisi mengevaluasi, melaksanakan lagi skenario pembelajaran yang telah
direvisi, mengevaluasi lagi pembelajaran, dan membagikan hasilnya dengan
guru-guru lain.
Menurut Simons yang dikutip Muazar Habibi, seorang
guru yang profesional akan mampu menjadi fasilitator dalam memberikan
keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan peserta didik dengan baik. Perbaikan
kinerja guru di MI/SD melalui Continuing Education (CE). CE memberikan
kesempatan kepada setiap orang pada semua umur untuk terus belajar, dan untuk
terus meningkatkan kompetensinya. Salah satu pelaksanaan CE adalah induction
training. Guru yang dianggap lebih berkualitas dapat mengimbaskan
pengalaman kepada guru yang dianggap kurang berkualitas. Guru yang kurang
berkualitas dapat mengadopsi atau mengadaptasi pemahaman dari guru yang
dianggap lebih berkualitas tentang pembelajaran tematik.[24]
Di Kabupaten Purbalingga sendiri telah dilaksanakan
pelatihan mengenai kurikulum 2013 yang berlangsung dari tanggal 14-17 September
2015 yang bertempat di Obyek Wisata Air
Bojongsari (Owabong). Secara umum peserta diberikan materi pelatihan untuk
meningkatkan kompetensinya dalam
mengimplementasikan kurtilas.
- Penutup
Guru adalah pekerjaan profesional yang dituntut
untuk mempunyai kompetensi dan kinerja yang baik, kinerja guru dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan
seorang guru secara keseluruhan dalam periode waktu tertentu yang dapat diukur berdasarkan tiga indikator yaitu: penguasaan bahan ajar, kemampuan mengelola
pembelajaran dan komitmen menjalankan tugas.
Standar
kompentensi yang harus dimiliki oleh seorang
guru agar mendapat sertifikasi untuk
melaksanakan tugas dan wewenang sebagai tenaga kependidikan yaitu
meliputi: 1) kompetensi pedagogik, 2)
kompetensi kepribadian, 3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi
profesional, (5) Kompetensi Keagamaan.
Pengembangan kompetensi
dan kinerja guru merupakan faktor
yang amat menentukan pada keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran dalam
era perkembangan pengetahuan yang sangat cepat dewasa ini. Pengembangan kinerja
pada dasarnya menggambarkan kemampuan suatu profesi termasuk profesi guru untuk
untuk terus menerus malakukan upaya peningkatan kompetensi yang berkaitan dengan peran dan tugas sebagai pendidik. Kemampuan
untuk terus menerus meningkatkan kualitas kinerja yang dilakukan oleh guru akan
memperkuat kemampuan profesional guru sehingga dengan peningkatan tersebut
kualitas proses dan hasil pendidikan dan pembelajaran akan makin bermutu.
[1] Abdul Kholiq, Pendidikan
Islam Perspektif Imam Al-Ghozali dan Ibnu Khaldun, (Semarang: Literatur
Nusantara, 2012), hlm. 1.
[2] E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep
Strategi dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 24.
[3] Moh. Roqib dan Nurfuadi, Kepribadian
Guru, (Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2011), hlm. 118-119.
[4]
Thofiqur
Rohman, Konsep Pendidikan Islam Berdasarkan Pohon Ilmu menurut Imam
Suprayogo, (Purwokerto, Skripsi Jurusan Tarbiyah, 2014). Hlm. 261.
[5] Insania,
[6] Athok Fu’adi, Kompetensi Guru
MI Ma’arif Setono dalam Pembelajaran Sains Berbasis Pendidikan Karakter,
(Purwokerto: Jurnal Kependidikan Insania Vol 17, 2012), hlm. 2.
[7] Ibid, hlm. 3
[8] Abdul Kholiq, Pendidikan
Islam Perspektif Imam Al-Ghozali dan Ibnu Khaldun, hlm. 33
[9] Ibid, hlm. 63-64
[10] Thomas Gordon, Guru Yang
Efektif: Cara Untuk Mengatasi Kesulitan dalam Kelas, (Jakarta: Rajawali,
1986), hlm. 26.
[11] Noeng Muhadjir, Ilmu
Pendidikan dan Perubahan Sosial, Suatu Teori Pendidikan, (Yogyakarta: Rake
Sarasin, 1987), hlm. 56.
[12] Athok Fu’adi, Kompetensi Guru
MI Ma’arif Setono dalam Pembelajaran Sains Berbasis Pendidikan Karakter, hlm.
229.
[13] Muslich, dkk., Konsep Moral
dan Pendidikan dalam Manuskrip Keraton Yogyakarta, (Yogyakarta: YKII-UIN
Sunan Kalijaga, 2006), hlm. 35.
[14] Moh. Muchtarom, Rasio dan
Kompetensi Dosen PAI Universitas Sebelas Maret Surakarta, (Purwokerto:
Jurnal Kependidikan Insania Vol 17, 2012), hlm. 103-105.
[15] Suyanto dan Djihad Hisyam, Pendidikan
Di Indonesia Memasuki Millenium III, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa,
2000), hlm. 136.
[16] Dedi Supriadi, Mengangkat
Citra dan Martabat Guru, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 1999), hlm. 99.
[17] M Ngalim Purwanto, Ilmu
Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007),
hlm. 139
[18] Dedi Supriadi, Mengangkat
Citra dan Martabat Guru, hlm. 99.
[19] Athok Fu’adi, Kompetensi Guru
MI Ma’arif Setono dalam Pembelajaran Sains Berbasis Pendidikan Karakter, hlm.
11
[20] Ibid, hlm. 14
[21] Muazzar Habibi, Pembelajaran
Tematik Di Sekolah Dasar, (Purwokerto: Jurnal Kependidikan Insania Vol 17,
2012), hlm. 123.
[22] Muh. Hanif, Sertifikasi Guru;
Ideologi Kapitalisme dan Welfare State, (Purwokerto: Jurnal Kependidikan
Insania Vol 17, 2012), hlm. 36.
[23] Muazzar Habibi, Pembelajaran
Tematik Di Sekolah Dasar, hlm. 119.
[24] Ibid, hlm. 122.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar