Rabu, 22 April 2020

Makalah_Mengenal Ilmu Tajwid

BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Ilmu Tajwid adalah sebuah ilmu tentang kaidah serta cara – cara membaca Al-Qur’an dengan sebaik – baiknya. Memelihara bacaan Al-Qur’an dari kesalahan dan perubahan serta memelihara lisan (mulut) dari kesalahan membaca merupakan tujuan dari Ilmu Tajwid. Belajar Ilmu Tajwid hukumnya fardhu kifayah, sedang membaca Al-Qur’an dengan baik (sesuai dengan Ilmu Tajwid) hukumnya fardhu ‘Ain. Banyak dalil wajib mewajibkan mempraktekan tajwid dalam setiap pembacaan Al-Qu’an.
Salah satunya adalah “Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan / tartil (bertajwid)”  [Q.S Al-Muzzammil (73):4]. Salah satu ayat ini sudah jelas bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi SAW untuk membaca Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dengan tartil, yaitu memperindah penucapan setiap huruf-hurufnya (bertajwid).
Pengenalan Ilmu tajwid untuk anak-anak tingkat madrasah ataupun setara dengan SD sudah diajarkan, namun permasalahannya adalah siswa kurang memperhatikan guru saat mengajar dikarenakan Ilmu Tajwid ini susah dan membosankan untuk dipelajari. Seperti yang diketahui bersama permasalahan ini disebabkan karena kurangnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Oleh karena itu sangatlah penting bagi para guru dalam menemukan metode-metode yang efektif untuk meningkatkan motivasi siswa-siswi mereka.

B. Rumusan Masalah
1.      membaca Al-Qur’an dengan bertajwid dan tidak bertajwid
2.      objek kajian ilmu tajwid
3.      hukum nun mati


C. Manfaat
1.      mengetahui cara membaca Al-qur’an yang benar dengan bertajwid
2.      mengetahui tentang tajwid



BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian Tajwid
Secara bahasa, kata tajwid merupakan bentuk mashdar dari katajawwada yang berarti memperbaiki/memperindah (at tahsin).[2]Sedangkan menurut istilah, tajwid adalah:
إخراج كل حرف من مخؤجه وإعطاءه حقّه ومستحقّه من الصفات
“Mengucapkan setiap huruf dari tempat keluarnya serta memberikan haq dan mustahaq dari sifat-sifatnya”.
Haq huruf adalah sifat-sifat yang lazim pada huruf seperti hams, jahr,syiddah, rakhawah, dll.  Sedangkan mustahaq huruf adalah sifat-sifat huruf yang tidak tsabit padanya yang sekali-kali ada dan sekali-kali tidak ada. Di antaranya sifat tarqiq yang muncul dari sifat istifal atau sifattafkhim yang muncul dari sifat isti’la, ikhfa, mad, qashr, dll.
Menurut as-Suyuthi, tajwid adalah hiasan bacaan, yaitu memberikan kepada setiap huruf hak-haknya dan urutan-urutannya serta mengembalikan setiap huruf kepada makhraj dan asalnya, melunakkan pengucapan dengan keadaan yang sempurna, tanpa berlebih-lebihan dan memaksakan diri.
 Oleh karena itu, ilmu tajwid adalah ilmu yang mempelajari tentang pemenuhan haq dan mustahaq huruf meliputi tempat keluar huruf (makhraj) dan sifat-sifatnya.[8] Sebenarnya, tata cara pembacaan al-Qur`an sesuai dengan haq dan mustahaq huruf telah termaktub dalam al-Qur`an Surah al-Isra ayat 106:
“Dan al-Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.”
Ayat tersebut menunjukkan adanya tata cara atau sifat tertentu dalam membaca al-Qur`an yang telah diajarkan langsung oleh Nabi Muhammad Saw dan kemudian dirangkum oleh para ulama, hingga mereka mengistilahkannya dengan ilmu tajwid.[9] Selain ilmu tajwid, ilmu tentang tata cara membaca al-Qur`an dikenal juga dengan nama fannut tartil danhaqqut tilawah.
Urgensi pembacaan al-Qur`an dengan tajwid dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu, pertama, adanya riwayat yang memerintahkan untuk membaca al-Qur`an dengan tajwid, sebagaimana yang dikutip oleh as-Suyuthi[11] dalam kitab ad-Dani bahwa Ibn Mas’ud berkata: Bacalah al-Qur`an dengan tajwid. Kedua, menjaga lidah dari lahn (kesalahan) ketika membaca al-Qur`an.[12] Sebab, ulama menganggap bacaan tanpa tajwid sebagai lahn (kesalahan). Lahn ada dua macam yaitu jali dan khafi. Lahnyang jali adalah kesalahan yang tampak jelas dan diketahui oleh ahliqiraah dan orang lain. Sedangkan lahn khafi adalah kesalahan yang samar yang hanya diketahui oleh ahli qiraah dan orang yang mahir bacaan al-Qur`annya.

B.            Sejarah Kemunculan Ilmu Tajwid
     Salah satu riwayat yang menjelaskan tentang tata cara membaca al-Qur`an dengan baik dan benar adalah riwayat yang disampaikan oleh Musa Ibn Yazid al-Kindi, ia berkata;
كان ابن مسعود يقرئ القرأن رجلا فقرأ الرجل: انما الصدقت للفقراء والمسكين, مرسلة, فقال ابن مسعود: ما هكذا أقرأنيها رسول الله, قال: كيف أقرأكها يا أبا عبد الرحمن؟ قال: أقرأنيها: انما الصدقت للفقراء والمسكين, فمدّها.[26]
“Ibn Mas’ud mengajarkan al-Qur`an kepada seseorang, lalu orang itu membaca انما الصدقت للفقراء والمسكين (at-Taubah:60) dengan memendekkan lafadz al-fuqara, maka Ibn Mas’ud berkata: ‘tidak seperti itu Rasulullah mengajarkan bacaan kepadaku’. Orang itu bertanya: ‘Bagaimana beliau mengajarkan qiraah kepadamu, wahai Abu Abdurrahman?’ Ibn Mas’ud menjawab: ‘Beliau membacakannya kepadaku انما الصدقت للفقراء والمسكينyaitu dengan memanjangkan lafadz al-fuqara.
   
     Berdasarkan riwayat tersebut, dapat diketahui bahwa cara membaca al-Qur`an dengan benar telah sejak awal diajarkan oleh Rasulullah Saw, sehingga jika dilihat dari sisi ‘amaliyah (praktik), peletak dasar ilmu ini adalah Rasululullah Saw. Selain itu, ada beberapa hal yang menegaskan hal tersebut, seperti pembacaan al-Qur`an secara perlahan-lahan (QS. Al-Isra: 106) dan perintah untuk membaca al-Qur`an secara tartil (QS. Al-Muzzammil: 4). Kemudian, tuntunan bacaan al-Qur`an tersebut dilanjutkan kepada sahabat, tabi’in, hingga sekarang.
     Sedangkan dari sisi nazhariah (teori), peletak dasar ilmu tajwid adalah para imam qiraah. Para ulama berbeda pendapat tentang orang yang pertama kali meletakkan dasar-dasar ilmu tajwid. Ada yang mengatakan Abul Aswad ad-Duali, ada yang berpendapat Abu Ubaid al-Qasim bin Salam. Ada juga yang berpendapat al-Khalil bin Ahmad. Sedangkan pendapat yang kuat untuk peletak dasar ilmu tajwid adalah Abu Muzahim Musa bin Ubaidillah al-Khaqani dengan karyanya yang dikenal dengan nama al-Qashidah al-Khaqaniyah.[27] Pendapat ini salah satunya dipegang oleh Ibn al-Jazari yang mengatakan:
هو أوّل من صنّف في التجويد[28]
“Dia (Abu Muzahim al-Khaqani) adalah orang yang pertama kali menulis tentang tajwid.”
Tulisan Abu Muzahim tersebut sangat berpengaruh bagi perkembangan ilmu tajwid pada masa-masa selanjutnya. Hal ini dibuktikan dengan munculnya ulama-ulama yang menulis karya tentang ilmu tajwid,:
·         Kitab at-tanbih ‘ala al-lahnil Jali wal Lahnil Khafi, karya Abul Hasan Ali bin Ja’far bin Muhammad as-Sa’idi ar-Razi (w. 410 H).
·         Kitab ar-Ri’ayah li Tajwidil Qira`ah wa Tahqiqi Lafdzi at-Tilawah, karya Abu Muhammad Makki bin Abu Thalib al-Qaisi (w. 437 H).
·         Kitab at-Tahdid fil Itqan wat Tajwid, karya Abu Amr Utsman bin Sa’id ad-Dani (w. 444 H).

C.           Perkembangan Ilmu Tajwid
Seiring dengan perkembangan zaman, pencetakan al-Qur`an semakin banyak memiliki inovasi-inovasi baru. Salah satu inovasi dalam pencetakan al-Qur`an juga menyentuh ranah ilmu tajwid. Menurut Ingrid Mattson, pada awal 1990-an, inovasi penting dalam bidang pencetakan mushaf menyebar cepat di seluruh dunia Islam. Inovasi itu adalah penemuan sistem penulisan huruf dalam warna yang berbeda untuk menandakan bunyi yang dikehendaki ilmu tajwid. Sistem ini dikembangkan oleh seorang insinyur Syiria yang belajar tajwid kepada seorang ulama di Damaskus. Buku tajwid Qur`an telah disahkan secara resmi oleh para ulama al-Azhar di Kairo dan diterbitkan oleh Dar al-Ma’rifah. Tajwid Qur`an ini lebih mudah diakses dan digunakan dibandingkan dengan teks-teks abad pertengahan seperti karya al-Dani, al-Syatibi, Ibn al-Jazari, dll.
Di Indonesia, perkembangan produksi mushaf muncul sejak awal dasawarsa 2000-an, ketika teknologi computer semakin maju dan dimanfaatkan oleh para penerbit. Perubahan itu sangat mencolok dalam hal kaligrafi teks mushaf.  Salah satunya adalah pewarnaan pada teks al-Qur`an berkaitan dengan tajwid. Hal ini bertujuan untuk menuntun para pembaca al-Qur`an yang masih awam dalam ilmu tajwid, dengan memberi warna tertentu terkait hukum bacaan dalam ilmu tajwid.[32]
Selain itu, dalam dunia modern, kajian ilmu tajwid juga sering dihubungkan dengan fonetik dan fonologi al-Qur`an. Fonetik adalah ilmu yang membicarakan masalah bunyi tanpa memperhatikan fungsi dan makna yang dikandung oleh bunyi itu. Bunyi dipelajari sebagai suatu gejala alami, contoh kajiannya adalah membahas organ bicara, makhraj dan sifat bunyi.
     Sedangkan fonologi adalah ilmu bunyi yang membahas tentang bunyi bahasa tertentu dengan mempertimbangkan fungsi dan makna yang dikandungnya. Contoh kajiannya adalah modifikasi bunyi: idgham, ikhfa, imalah, isymam, panjang-pendek, dan waqaf.

D.           Membaca Al-Qur’an dengan bertajwid dan tidak bertajwid
Dalam membaca Al-Quran agar dapat mempelajari, membaca dan memahami isi dan makna dari tiap ayat Al-Quran yang kita baca, tentunya kita perlu mengenal, mempelajari ilmu tajwid yakni tanda-tanda baca dalam tiap huruf ayat Al-Quran. Guna tajwid ialah sebagai alat untuk mempermudah, mengetahui panjang pendek, melafazkan dan hukum dalam membaca Al-Quran.
Tajwīd (تجويد) secara harfiah mengandung arti melakukan sesuatu dengan elok dan indah atau bagus dan membaguskan, tajwid berasal dari kata ” Jawwada ” (جوّد-يجوّد-تجويدا) dalam bahasa Arab. Dalam ilmu Qiraah, tajwid berarti mengeluarkan huruf dari tempatnya dengan memberikan sifat-sifat yang dimilikinya. Jadi ilmu tajwid adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara melafazkan atau mengucapkan huruf-huruf yang terdapat dalam kitab suci Al-Quran maupun Hadist dan lainnya.
Dalam ilmu tajwid dikenal beberapa istilah yang harus diperhatikan dan diketahui dalam pembacaan Al-Quran, diantaranya :
1.      Makharijul huruf, yakni tempat keluar masuknya huruf
2.      Shifatul huruf, yakni cara melafalkan atau mengucapkan huruf
3.      Ahkamul huruf, yakni hubungan antara huruf
4.      Ahkamul maddi wal qasr, yakni panjang dan pendeknya dalam melafazkan ucapan dalam tiap ayat Al-Quran
5.      Ahkamul waqaf wal ibtida’, yakni mengetahui huruf yang harus mulai dibaca dan berhenti pada bacaan bila ada tanda huruf tajwid
6.      dan Al-Khat dan Al-Utsmani
Arti lainnya dari ilmu tajwid adalah melafazkan, membunyikan dan menyampaikan dengan sebaik-baiknya dan sempurna dari tiap-tiap bacaan dalam ayat Al-Quran. Menurut para Ulama besar menyatakan bahwa hukum bagi seseorang yang mempelajari tajwid adalah Fardhu Kifayah, yakni dengan mengamalkan ilmu tajwd ketika memabaca Al-Quran dan Fardhu ‘Ain atau wajib hukumnya baik laki-laki atau perempuan yang mu’allaf atau seseorang yang baru masuk dan mempelajari Islam dan KitabNya.
Mengenal, mempelajari dan mengamalkan ilmu tajwid berserta pemahaman akan ilmu tajwid itu sendiri merupakan hukum wajib suatu ilmu yang harus dipelajari, untuk menghindari kesalahan dalam membaca ayat suci Al-Quran dan melafazkannya dengan baik dan benar sehingga tiap ayat-ayat yang dilantunkan terdengar indah dan sempurna.
Berikut ini ada dalil atau pernyataan shahih dari Allah SWT yang mewajibkan setiap HambaNya untuk membaca Al-Quran dengan memahami tajwid, diantaranya :
1.        Dalil pertama di ambil dari Al-Quran. Allah SWT berfirman dalam ayatNya yang artinya “Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan/tartil (bertajwid)”[QS:Al-Muzzammil (73): 4]. Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad untuk membaca Al-Quran yang diturunkan kepadanya dengan tartil, yaitu memperindah pengucapan setiap huruf-hurufnya (bertajwid).
2.        Dalil kedua diambil dari As-Sunnah ( Hadist ) yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah r.a.(istri Nabi Muhammad SAW), ketika beliau ditanya tentang bagaimana bacaan Al-Quran dan sholat Rasulullah SAW, maka beliau menjawab: ”Ketahuilah bahwa Baginda S.A.W. Sholat kemudian tidur yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi, kemudian Baginda kembali sholat yang lamanya sama seperti ketika beliau tidur tadi, kemudian tidur lagi yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi hingga menjelang shubuh. Kemudian dia (Ummu Salamah) mencontohkan cara bacaan Rasulullah S.A.W. dengan menunjukkan (satu) bacaan yang menjelaskan (ucapan) huruf-hurufnya satu persatu.” (Hadits 2847 Jamik At-Tirmizi).
3.        Dalil ketiga diambil dari Ijma atau pendapat para ulama besar Islam. Yakni kesepakatan para ulama yang dilihat dari zaman Rasulullah SAW hingga sampai saat ini, yang menyatakan bahwa membaca Al-Quran dengan ber-Tajwid merupakan hukum atau sesuatu yang fardhu dan wajib.
E.            Objek Kajian Ilmu Tajwid
Secara umum, pokok bahasan ilmu tajwid adalah lafadz-lafadz al-Qur`an.  Oleh karena itu, ilmu tajwid merupakan ilmu yang berhubungan dengan al-Qur`an yang memiliki karakteristik tersendiri. Dengan mempelajari ilmu tajwid, maka akan mengurangi celah kesalahan dalam membaca al-Qur`an. selain itu, dengan menggunakan tajwid akan mengantarkan kepada pembacaan al-Qur`an secara tartil sebagaimana yang telah diperintahkan Allah Swt dalam Surah al-Muzzammil ayat 4:
÷rr& ÷ŠÎ Ïmøn=tã È@Ïo?uur tb#uäöà)ø9$# ¸xÏ?ös? ÇÍÈ  
 “Dan bacalah al-Qur`an itu dengan perlahan-lahan.”

Menurut Quraish Shihab dalam tafsir al-Mishbah, kata rattala dan tartilterambil dari kata ratala yang berarti serasi dan indah, sehingga tartil al-Qur`an adalah membaca al-Qur`an dengan pelahan-lahan sambil memperjelas huruf-huruf berhenti dan memulai (ibtida`) sehingga pembaca dan pendengarnya dapat memahami dan menghayati kandungan pesan-pesannya.
Lebih terperinci lagi ada tiga cara membaca al-Qur`an yaitu, pertama,tahqiq, yaitu memberikan kepada setiap huruf hak-haknya, seperti menyempurnakan mad, menyempurnakan harakat dengan tidak memberikan sukun kepada huruf yang berharakat, mengeluarkan huruf sesuai dengan tempatnya, dll. Ulama qiraah yang membaca dengan cara ini adalah Hamzah dan Warasy.  Kedua, hadr, yaitu bacaan cepat dengan tetap menjaga dan memperhatikan kaedah-kaedah tajwid dengan cermat, dan hendaknya seorang qari berhati-hati dari memotong hurufmad, menghilangkan suara ghunnah, atau ikhtilas (membaca sebagian) harakat. Ulama qiraah yang menggunakan cara ini adalah Ibn Katsir dan Abu Ja’far. Ketiga, tadwir, yaitu bacaan yang sedang/tengah antara tahqiq (perlahan) dan cepat (hadr). Inilah yang diriwayatkan dari kebanyakan imam qiraah.  Perlu diketahui, dari tiga tingkatan tersebut, istilah tartil mencakup seluruhnya.
Membaca al-Qur`an dengan tartil menurut beberapa ulama dianjurkan (mustahab) guna mentadabburi ayat-ayat al-Qur`an, khususnya bagi ‘ajami(non Arab) yang tidak mengetahui makna al-Qur`an.  Bahkan, sebenarnya bukan hanya untuk ‘ajami saja, tetapi untuk semua umat Islam, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Qudamah bahwa para ulama sepakat mentartilkan dan membaguskan bacaan al-Qur`an adalah sunah.
Membahas ilmu tajwid, setidaknya mencakup empat hal mendasar, yaitu:
·         Ma’rifah makharij al-huruf, mengenal tempat-tempat keluarnya huruf.
·         Ma’rifah shifatiha, mengenal sifat-sifat huruf.
·         Ma’rifah maa yatajaddadu laha bisababin at-tarkib min al-ahkam, mengenal hukum-hukum yang muncul bagi huruf dengan sebab tarkib(susunan huruf dengan huruf lainnya).
·         Riyadhah al-lisan wa katsrah at-tikrar, latihan lidah dan banyak mengulang.
Sedangkan menurut as-Suyuthi, cakupan ilmu tajwid meliputi tata cara waqaf, imalah, idgham, hukum-hukum hamzah, tarqiq, tafkhim, dan makhraj-makhraj huruf.

Hal tersebut secara tersirat telah ditekankan oleh Ibn al-Jazari, beliau berkata:
ولا شكّ أن هذه الأمّة كماهم متعبّدون بفهم معاني القرأن وإقامة حدوده متعبّدون بتصحيح ألفاظه وإقامة حروفه على الصفة المتلقّاة من أئمّة القراءة المتّصلة بالحضرة النبويّة الأفصحيّة العربيّة الّتي لا تجوز مخالفتها
“Tidak ada keraguan bahwa umat ini sebagaimana mereka itu beribadah dengan cara memahami makna al-Qur`an dan menegakkan hukum-hukumnya, juga beribadah dengan cara memperbaiki lafadz-lafadznya, dan menegakkan huruf-hurufnya sesuai dengan sifat yang diambil para imam qiraah yang bersambung sampai kepada Nabi Saw yang bahasa Arabnya paling fasih, yang kita tidak boleh menyelisihinya.”

F.            Hukum Nun Mati dalam Tajwid
Hukum tajwid bacaan nun mati atau sukun dan tanwin bertemu dengan 28 huruf hijaiyah itu ada yang mengatakan 4 dan 5 , kalau di dalam kitab Syifaul Jinan (Hidayatusshibyan) itu disebutkan ada 5 sedangkan di kitab tuhfatul athfal itu ada 4. Dan jika sobat ditanya seseorang atau menjawab soal ujian tes , ada berapakah hukum nun mati dan tanwin itu ? sobat bisa menjawab 4 atau 5 , itu tergantung dari kitab yang sobat pelajari , jika nanti sobat disalahkan , nanti sobat bisa menjelaskan apa alasanya tadi.
Sebenarnya hukum bacaan nun sukun dan tanwin itu antara kitab syifaul janan dan kitab tuhfatul athfal itu hampir sama, cuman letak perbedaanya ada pada bagian idghom , kalau di Syifâ'al-Jinân fî Tarjamah Hidâyah al-Shibyân karangan simbah Ahmad Muthahhar ibn Abdurrahman al-Maraqi al-Samarani pengasuh pondok futuhiyyah mranggen idgham dihitung 2 yaitu idgham bighunnah dan idghom billaghunnah jadi totalnya ada 5 , sedangkan di kitab tuhfatul athfal idgham cuman ada 1 ( tapi nanti di perinnci lagi jadi 2 ) jadi karena idghamnya cuman di sebutkan 1 totalnya ada 4.
Hukum tajwid bacaan nun mati atau sukun dan tanwinSetelah kita mengetahui perbedaanya , langsung saja mari kita cari tahu pengertian hukum bacaan nun mati dan sukun satu persatu beserta dengan contohnya. Oh iya sebelum kita masuk ke materi , alangkah baiknya jika kita tahu skemanya , untuk itu saya berikan skema hukum nun mati atau sukun kepada sobat tercinta berikut ini :


1.      Hukum Bacaan Nun Mati dan Tanwin Ketika Bertemu Huruf Hijaiyah
Dalam memmbaca Al-Qur'an kita tidak boleh membacanya dengan sembarangan, salah baca dikit saja, maka artinya pun juga berbeda. maka dari itu kita perlu ilmu yang namanya ilmu tajwid, salah satu ilmu tajwid adalah tentang hukum bacaan nun sukun atau nun mati serta tanwin bertemu dengan ke 28 huruf hijaiyah , yaitu sebagai berikut :
a.       Pengertian hukum bacaan Idzhar Halqi dan ContohnyaPengertian dan Contoh Idzhar Halqi
Idzhar adalah Apabila ada nun sukun atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf halqi yakni : hamzah, kha, kho’, ‘ain, ghain , ha ( ء ه ح خ ع غ ) maka hukum bacaannya adalah idzhar halqi yang berarti harus dibaca terang dan jelas seperti contoh idzhar dibawah ini :
من أمََنَ , مِنْهُ , غَفُوْرٌ حَلِيمٌ



b.      Pengertian dan Contoh Idghom bighunnah
Idgham bighunnah adalah Apabila ada nun sukun atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf ya’, nun, mimi, dan wawu (ي ن م و) maka hukum bacaannya disebut idghom bighunnah) (إدغام بِغُنَّة yang berarti harus dibaca dengan dimasukkan atau ditasydidkan kedalam salah satu huruf yang empat itu dengan suara mendengung. Seperti contoh dibawah ini :
مَنْ يَقُوْلُ , مِنْ نُوْرٍ , مَنْ مَنَعَ



c.       Pengertian dan Contoh Bacaan Idghom Bilaghunnah 
Idgham Billaghunnah adalah Apabila ada nun sukun dan tanwin bertemu dengan salah satu huruf lamل) ) dan ra' (ر) maka hukum bacaannya adalah idghom bila ghunnah (إدغام بلاغنًة) yang membacanya dengan cara memasukkan dengan tanpa mendengung. Seperti contoh dibawah ini :
مِنْ رَبِهِمْ , مَنْ لَمْ




d.      Pengertian Bacaan Iqlab dan Contohnya
Pengertian Bacaan Iqlab dan ContohnyaIqlab Apabila ada nun sukun atau tanwin bertemu dengan huruf ba’ (ب) maka hukum bacaannya adalah iqlab (إِقلاب) yang membacanya dengan cara huruf nun atau tanwin itu dibalik atau ditukar menjadi suara mim (م). Seperti contoh iqlab berikut :
سميعٌ بَصِيْرٌ , كِرَامٍ بَرَرَةٍ


e.       Pengertian Ikhfa’ Haqiqi Beserta Contoh
Ikhfa' Apabila ada nunu sukun atau tanwin bertemu dengan huruf yang 15 di bawah ini maka hukum bacaannya adalah Ikhfa’ haqiqi yang cara membacanya adalah samar-samar antara idghom dan idzhar. Huruf Ikhfa’ yang 15 antara lain :
ت ث ج د ذ ز س ش ص ض ط ظ ف ق ك
Contoh Ikhfa’ :
مِنْ جُوْعٍ , مِنْكُم , أَ نْفُسَكُمْ






BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Ilmu Tajwid merupakan ilmu yang membahas tata cara mengucapkan setiap huruf dari tempat keluarnya serta memberikan haq dan mustahaq dari sifat-sifatnya. Oleh karena itu, secara umum tajwid merupakan tata cara membaca al-Qur`an dengan baik dan benar. Istilah yang dikenal dalam membaca al-Qur`an dengan baik dan benar dinamakan tartil.
Di era modern, mengkaji tajwid secara manual dapat ditemukan dalam mushaf-mushaf yang dikreasikan dengan warna-warni. Di satu sisi, inovasi tersebut dapat menjadi sarana memotivasi umat Islam dalam belajar tajwid. Tetapi, alangkahbijak jika penggunaan al-Qur`an tajwid tersebut dibarengi dengan pembelajaran secara langsung (musyafahah dan talaqqi) kepada guru yang mumpuni dalam bidangnya.
B.            Saran
Kami selaku penyusun sangat menyadari masih jauh dari sempurna dan tentunya banyak sekali kekurangan dalam pembutan makalah ini.Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan kami.
Oleh karena itu, Kami selaku pembuat makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.Kami juga mengharapkan makalah ini sangat bermanfaat untuk kami khususnya bagi pembaca



DAFTAR PUSTAKA

http://lentera2013.blogspot.co.id/2015/12/makalah-ilmu-tajwid.html
http://pecintamakalah.blogspot.co.id/2015/11/makalahilmu-tajwid.html

4 komentar:

  1. Alhamdulillah wasyukrulillah materi yg bpk sampaikan lengkap, bsa untuk menambah referensi, terimakasih pak...

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah wasyukrulillah materi yg bpk sampaikan lengkap, bsa untuk menambah referensi, terimakasih pak...

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah bisa menambah wawasan saya pak,

    BalasHapus
  4. Sangat bermanfaat pak, menambah pengetahuan bagi pembaca, terutama saya yang belum paham tentang ilmu tajwid .. Ilmu tajwid sangat penting untuk dipelajari, karena merupakan hal utama dalam membaca dan mengamalkan Al-Qur'an, dan perlu di kembangkan kepada anak dari mereka masih kecil, agar bisa memotivasi mereka dalam mengamalkan Al-Qur'an . Serta kewajibannya muslimmuslimah dalam mengembangkan akhlak qurani.. terimakasih

    BalasHapus