PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERUBAHAN
SOSIAL
A. Pendahuluan
B. Pengertian Perubahan Sosial
Perubahan
sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi
masyarakat dalam hubungan sosial sebagai perubahan terhadap keseimbangan
(equilibrium) hubungan sosial. Perubahan-perubahan sosial sebagai variasi dari
cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi
geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena
adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.
Perubahan
sosial merupakan segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam
suatu masyarakat, yang mempengruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya
nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat.
Ada tiga tahapan perubahan masyarakat. Pertama, tahap masyarakat ganda,
yakni ketika terpaksa ada pemilahan antara masyarakat madani (civil society)
dengan masyarakat politik (political society) atau antara masyarakat dengan
negara. Karena adanya pemilahan ini, maka dapat terjadi negara tidak memberikan
layanan dan perlindungan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Kedua,
tahap masyarakat tunggal, yaitu ketika masyarakat madani sudah berhasil
dibangun. Ketiga, tahap masyarakat etis (ethical society) yang merupakan tahap
akhir dari perkembangan tersebut. Masyarakat etis, yakni masyarakat yang
dibentuk oleh kesadaran etis, bukan oleh kepentingan bendawi. Pendidikan pada
masyarakat sebagai alat transfer keahlian teknis, akan tetapi sebagai suatu
bagian dalam mempengaruhi manusia.[1]
C. Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial dan Penyebabnya
Perubahan sosial muncul dalam berbagai bentuk yang tentunya ditentukan
oleh masing-masing faktor penyebabnya. Oleh karena itu, bentuk-bentuk perubahan
sosial harus dipahami melalui sudut pandang tertentu sehingga tidak kabur dan
tumpang tindih.
Ada beberapa sudut pandang yang bisa digunakan untuk memetakan bentuk
perubahan sosial, yaitu segi waktu (kecepatan perubahan), segi kapasitas
(besar-kecilnya perubahan), dan segi motivasi (dikehendaki-tidaknya suatu
per-ubahan). Di samping itu, perubahan sosial juga bisa diklasifikasi
berdasarkan sifatnya, seperti kenyataan bahwa perubahan yang terjadi bukan
hanya menuju ke arah kemajuan, namun dapat juga menuju ke arah kemunduran. Akan
tetapi, mengingat keterbatasan yang ada, berikut hanya akan dikemukakan tiga
segi perubahan sosial yang dikemukakan pertama secara ringkas.
1. Perubahan Lambat dan Perubahan Cepat
Perubahan lambat disebut juga evolusi. Perubahan tersebut terjadi karena
usaha-usaha masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan dan
kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Dalam
faktanya, evolusi adalah perubahan pada struktur masyarakat secara umum, di
mana suatu masyarakat pada masa tertentu bentuknya sangat sederhana, namun
karena mengalami perkembangan, maka bentuk yang sederhana tersebut akan berubah
menjadi kompleks. Sebagai contoh, masyarakat Banjar di masa awal sejarah
pembentukannya hanyalah terwujud pada komunitas-komunitas yang berdiam di
sekitar pusat Kerajaan Banjar, yaitu daerah Banjarmasin dan Martapura. Namun
karena terjadinya perubahan sosial yang disebabkan oleh beberapa faktor maka
istilah masyarakat Banjar menjadi melebar sehingga mencakup pula komunitas-komunitas
yang berdiam di daerah utara yang disebut daerah hulu sungai
Perubahan cepat disebut juga dengan revolusi, yaitu perubahan sosial
mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang
berlangsung relatif cepat. Seringkali perubahan revolusi diawali oleh munculnya
konflik atau ketegangan dalam masyarakat, ketegangan-ketegangan tersebut sulit
dihindari bahkan semakin berkembang dan tidak dapat dikendalikan.
Terjadinya proses revolusi memerlukan persyaratan tertentu. Berikut ini
beberapa persyaratan yang mendukung terciptanya revolusi: (a) Adanya keinginan
umum untuk mengadakan suatu perubahan.; (b) adanya seorang pemimpin atau
sekelompok orang yang mampu memimpin masyarakat tersebut; (c) adanya momentum
untuk melaksanakan revolusi; (d) Adanya tujuan gerakan yang jelas dan dapat
ditunjukkan kepada rakyat; (e) Adanya kemampuan pemimpin dalam menampung,
merumuskan, serta menegaskan rasa tidak puas masyarakat dan keinginan-keinginan
yang diharapkan untuk dijadikan program dan arah gerakan revolusi.
Contoh perubahan secara revolusi adalah gerakan Revolusi Islam Iran pada
tahun 1979 yang berhasil menjatuhkan pemerintahan Syah Mohammad Reza Pahlevi
(anaknya Reza Pahlevi) yang otoriter dan mengubah sistem pemerintahan monarki
menjadi sistem Republik Islam.
2. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar
Perubahan kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur
sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau pengaruh yang berarti bagi
masyarakat. Contoh perubahan kecil adalah perubahan mode rambut atau perubahan
mode pakaian. Sebaliknya, perubahan besar adalah perubahan yang terjadi pada
unsur-unsur struktur sosial yang membawa pengaruh langsung atau pengaruh
berarti bagi masyarakat. Contoh perubahan besar adalah dampak ledakan penduduk
dan dampak industrialisasi bagi pola kehidupan masyarakat.
3. Perubahan yang Direncanakan dan Perubahan yang
Tidak Direncanakan
Perubahan yang dikehendaki atau yang direncanakan merupakan perubahan
yang telah diperkirakan atau direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang
hendak melakukan perubahan di masyarakat. Pihak-pihak tersebut dinamakan agent
of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan
masyarakat untuk memimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan yang
bertujuan untuk mengubah suatu sistem sosial. Contoh perubahan yang dikehendaki
adalah pelaksanaan pembangunan atau perubahan tatanan pemerintahan, misalnya
perubahan tata pemerintahan Orde Baru menjadi tata pemerintahan Orde Reformasi.
Perubahan yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan merupakan
perubahan yang terjadi di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat
menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan. Contohnya
adalah munculnya berbagai peristiwa kerusuhan menjelang masa peralihan tatanan
Orde Lama ke Orde Baru dan peralihan tatanan Orde Baru ke Orde Reformasi.
Adapun penyebab terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan di masyarakat
dimungkinkan oleh adanya sebab-sebab yang berasal dari masyarakat sendiri atau
yang berasal dari luar masyarakat. Berikut akan dikemukakan secara sekilas
tentang sebab-sebab dimaksud.
a. Sebab-Sebab Internal
Sebab-sebab perubahan sosial yang bersumber dari dalam masyarakat (sebab
intern), yaitu:
1) Dinamika penduduk, yaitu pertambahan
dan penurunan jumlah penduduk.
2) Adanya penemuan-penemuan baru yang
berkembang di masyarakat, baik penemuan yang bersifat baru (discovery)
ataupun penemuan baru yang bersifat menyempurnakan dari bentuk penemuan lama (invention).
3) Munculnya berbagai bentuk pertentangan
(conflict) dalam masyarakat.
4) Terjadinya pemberontakan atau revolusi
sehingga mampu menyulut terjadinya perubahan-perubahan besar. Misal-nya,
Revolusi Rusia (1917) yang mampu menggulingkan pemerintahan kekaisaran dan
mengubahnya menjadi sistem diktator proletariat yang dilandaskan pada doktrin
Marxis. Revolusi tersebut menyebabkan perubahan yang mendasar, baik dari
tatanan negara hingga tatanan dalam keluarga.
b. Sebab-Sebab Ekstern
Perubahan sosial dan kebudayaan juga dapat terjadi karena adanya sebab-sebab
yangberasal dari luar masyarakat (sebab ekstern), yaitu:
1) Adanya pengaruh bencana alam. Kondisi
ini terkadang memaksa masyarakat suatu daerah untuk mengungsi meninggalkan
tanah kelahirannya. Apabila masyarakat tersebut mendiami tempat tinggal yang
baru, maka mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam dan lingkungan
yang baru tersebut. Hal ini kemungkinan besar juga dapat memengaruhi perubahan
pada struktur dan pola kelembagaannya.
2) Adanya peperangan, baik perang saudara
maupun perang antarnegara dapat menyebabkan perubahan, karena pihak yang menang
biasanya akan dapat memaksakan ideologi dan kebudayaannya kepada pihak yang
kalah.
3) Adanya pengaruh kebudayaan masyarakat
lain. Bertemunya dua kebudayaan yang berbeda akan menghasilkan perubahan. Jika
pengaruh suatu kebudayaan dapat diterima tanpa paksaan, maka disebut
demonstration effect. Jika pengaruh suatu kebudayaan saling menolak, maka
disebut cultural animosity. Jika suatu kebudayaan mempunyai taraf yang lebih
tinggi dari kebudayaan lain, maka akan muncul proses imitasi yang lambat laun
unsur-unsur kebudayaan asli dapat bergeser atau diganti oleh unsur-unsur
kebudayaan baru tersebut.[2]
D. Pendidikan
Islam Dalam Perubahan Sosial
(Telaah
tentang Peran Akal dalam Pendidikan Islam)
Pendidikan dan masyarakat
merupakan dua variabel yang sulit dipisahkan. Hubungannya dalam Term Figerlind,
bersifat dialektis. Bagaimana agar pendidikan itu tidak hanya hanyut oleh
dinamika perubahan, tetapi ia mampu memerankan dirinya sebagai agen perubahan
itu sendiri. Kreativitas dalam konteks ini merupakan variabel yang perlu
dipertimbangkan. Bagaimana caranya? Kreativitas merupakan indikator kecerdasan.
Semakin cerdas seseorang semakin tinggi kreativitasnya; sedangkan kecerdasan
merupakan kerja akal, maka cara pengoptimalannya optimalisasi fungsi akal itu
sendiri.[3]
E. Kreativitas dan Perubahan Sosial
Perubahan sosial, sebagaimana
telah dinyatakan pada bagian terdahulu, merupakan sesuatu yang tidak dihindari.
Pendidikan sebagai aspek kehidupan yang tidak bisa dipisahkan dati masyarakat,
juga harus terlibat dalam arus perubahan itu. Keterlibatannya tidak hanya
terbatas padakemampuannya untuk mengadakan penyesuaian diri terhadap perubahan
sosial. Maka kata kunci yang relevan untuk dikedepankan adalah “kreativitas”.
Kreativitas (creativity) berasal
dari kata kerja create yang artinya make something new or original. Rodhes (utami munandar)
melihat kreativitas dari empat dimensi: person (pribadi), process (proses),
press (dorongan), product (produk).
Kecerdasan, yang sering juga
disebut intelegensi, adalah istilah yang melukiskan kemampuan manusia untuk mengetahui
dan melihat problema serta memecahkan dengan sukses dan kemampuan untuk
mempelajari dan menyesuaikan perilaku dengan lingkungan yang umumnya mempunyai
bermacam aspek dan coraknya.[4]
Semakin cerdas seseorang akan semakin dapat menentukan cara-cara menghadapi
sesuatu dengan semestinya, makin dapat bersifat kritis di satu sisi, dan
membuat perubahan yang di sisi yang lain. Sebab
kreativitas-yang merupakan produk kecerdasan-itu sendiri sangat inheren dengan
perubahan, dan sangat tidak toleran adanya status quo.
F.
Kecerdasan dan Akal
Secara
substansial, manusia terdiri atas unsur-unsutr badan, akal dan ruh. Aspek mana
dari ketiga unsur tersebut yang paling dominan dalam mengoptimalkan kecerdasan
dan pada gilirannya mempengaruhi kreativitas seseorang. Dengan eksisnya akal,
manusia berbeda dengan makhluk lain.
Kecerdasan,
yang dalam bahasa inggrisnya diistilahkan intelligence, merupakan potensi
kejiwaan yang berbicara tentang benar dan salah, berbeda dengan perasaan yang
berbicara tentang baik dan buruk. Karena berbicara tentang benar dan salah,
maka ia berhubungan dengan akal yang aktifitasnya tidak terlepas dari pemakaian
logika. Dengan akal, manusia mampu berpikir, berkreasi. Dengan akalnya pula,
manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Aktifitas berpikir merupakan daya
rohaniah yang pada gilirannya akan merefleksi dalam bentuk tingkah laku.
Sehingga tingkah laku yang demikian dinamakan tingkah laku yang intelligent,
yaitu tingkah laku yang merupakan pancaran daya berpikir.
Manusia dikatakan intelligent
(cerdas), bila ia mampu menggunakan akalnya sebagai daya pikir yang pada
gilirannya mampu memahami, mengerti dan memecahkan suatu realitas dengan tepat
dan tepat. Bagaimana agar akal manusia tersebut menjadi cerdas, maka ia perlu
di optimalkan, dengan kata lain membutuhkan pembelajaran.[5]
[1]
http://faizahsyathory.blogspot.com/2012/07/pendidikan-islam-dan-perubahan-sosial.html di akses tanggal 11-05-2013
[2] http://banjarhulu.wordpress.com/2012/04/13/pengaruh-perubahan-sosial-terhadap-pendidikan-islam-6-2/ di akses
tanggal 11-05-2013
[3] Ismail SM, Nurul Huda, Abdul Kholoiq, Paradidma
Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2001), hlm.308-309
[4] Imam Barnadib,
Ke Arah Perspektif Baru Pendidikan. (Yogyakarta : FIP-IKIP, 1994), hlm.78
[5] Ismail SM, Nurul Huda, Abdul Kholoiq, Paradidma
Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2001), hlm.314-315
Tidak ada komentar:
Posting Komentar